Kami mengimani bahwa Allah yang Maha Perkasa selalu bertindak sejalan dengan sifat-sifat abadi-Nya, juga mengakui bahwa sifat-sifat abadi tersebut yang diberi nama kaidah Ilahi. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan bertindak sejalan dengan hukum tersebut lalu menjadikan Tuhan itu bersifat terbatas? Kami berkeyakinan bahwa dampak daripada sifat-sifat yang menjadi bagian yang tidak ada batasnya dari Wujud Tuhan, akan dimanifestasikan pada saatnya yang tepat dimana sifat-sifat tersebut mempengaruhi semua ciptaan yang ada di langit dan di bumi. Dampak daripada sifat-sifat tersebut disebut sebagai cara Allah s.w.t. atau hukum alam. Hanya saja karena Allah s.w.t. bersifat Tanpa Batas dan Tanpa Akhir, rasanya tolol kita kalau menganggap bahwa dampak daripada sifat-sifat tersebut (yaitu hukum alam) tidak akan melampaui batas kemampuan observasi, pengalaman dan penalaran kita. Adalah suatu kesalahan besar dari para filosof yang menganggap hukum alam sebagai suatu yang pasti dan tetap, dimana mereka lalu menolak segala sesuatu hal baru yang mereka temui. Jelas bahwa sikap demikian itu tidak memiliki dasar yang kuat. Jika memang demikian keadaannya maka tidak akan ada hal baru lagi di dunia ini dan mustahil bisa menemukan sesuatu yang baru karena dianggap bertentangan dengan hukum alam yang ada meskipun hal itu berarti juga menentang suatu kebenaran baru. Jika kita renungi riwayat hidup para filosof, kita akan melihat bagaimana perubahan lintasan cara berpikir mereka dan betapa seringnya mereka dengan rasa malu harus meninggalkan suatu pandangan dan menganut pandangan lain yang baru. Kita melihat orang-orang yang sudah sekian lama menganggap suatu hal sebagai bertentangan dengan hukum alam, akhirnya harus merubah pendapat dan menerimanya sebagai suatu kebenaran. Apa yang mendasari perubahan demikian? Mengapa suatu hal yang selama ini mereka anggap sebagai suatu kebenaran, lalu harus dianggap salah karena adanya pengalaman baru? Dengan adanya pengalaman baru maka sejalan dengan itu cara berpikir mereka itu pun mengalami perubahan. Cara berpikir mereka telah dibimbing oleh pengalaman baru tersebut dan hal ini berlanjut terus karena masih banyak sekali yang tersembunyi dari pandangan mereka. Setelah terantuk-antuk melalui berbagai rintangan dan keadaan memalukan, barulah pada akhirnya mereka menerimanya sebagai kebenaran. Hukum alam belum sepenuhnya kokoh dalam ruang lingkup penalaran manusia sehingga mereka bisa mengabaikan penelitian baru. Apakah ada manusia waras yang menganggap bahwa umat manusia yang umurnya singkat tersebut, bisa menguasai keseluruhan mistri keabadian, dan pengalamannya mengenai keajaiban Ilahi sudah sedemikian komprehensif sehingga apa pun yang tidak sejalan dengan pengalaman mereka bisa dianggap sebagai bukan Kekuasaan Allah yang Maha Perkasa? Hanya mereka yang bodoh dan tidak bermalu yang mempunyai anggapan demikian. Para filosof yang baik dan bijak dengan cara berpikir yang dipengaruhi oleh nilai-nilai keruhanian, pada umumnya mengakui bahwa daya pikir mereka yang terbatas tidak bisa digunakan sebagai sarana menemukan dan memahami Allah s.w.t. dengan segala kebijakan dan mistri-Nya.
Adalah suatu kebenaran baku bahwa setiap hal mengandung dalam dirinya sifat-sifat yang terus saja terpengaruhi oleh kekuasaan Allah s.w.t. yang tidak terbatas. Dengan demikian maka sifat dan karakteristik benda-benda yang kita kenal atau pun tidak, juga menjadi tidak terbatas. Jika semua pemikir dari zaman purba sampai modern menggunakan semua kemampuan mereka berpikir sampai dengan Hari Kiamat hanya untuk mencari tahu sifat-sifat dari sebutir biji gandum, tidak akan ada orang waras yang bisa mengatakan bahwa mereka telah sepenuhnya memahami sifat-sifat dari biji tersebut. Tidak ada yang lebih tolol dari orang yang mengatakan bahwa para ahli astronomi dan fisika telah memahami semua sifat dari benda-benda di langit dan di bumi.
Singkat kata, hukum alam yang dikenal manusia tidak mampu bertahan dari kebenaran yang mapan. Hukum alam yang dikenal manusia terbatas hanya pada tindakan-tindakan Ilahi yang telah dimanifestasikan atau mungkin akan dimanifestasikan secara alamiah, namun Allah yang Maha Perkasa tidak ada merasa lelah memperlihatkan kekuasaan-Nya, tidak juga Dia menjadi tidak mampu lagi melakukannya. Tidak ada Dia telah tertidur, atau menyingkir ke suatu pojok atau pun telah dikalahkan sehingga harus menghentikan manifestasi keajaiban-keajaiban-Nya dimana kita harus cukup puas dengan cerita-cerita lama tentang bagaimana dahulu Dia itu amat berkuasa.
Logika, kebijakan, filosofi, literatur dan pendidikan semuanya mengharuskan kita untuk tidak membatasi norma-norma hukum alam sebatas apa yang kita ketahui saja karena masih ribuan detil yang belum kita pelajari, sehingga merupakan suatu ketololan jika kita menganggap bahwa tindakan Allah s.w.t. tidak akan melampaui dari apa yang telah kita pelajari. Aku sering merenungi bagaimana segala hal tersebut bisa menjadi tolok ukur kebenaran atau sebagai neraca untuk menimbang kebenaran padahal mereka sendiri belum sepenuh¬nya diketahui secara mendalam. Masalah kompleks ini telah merancukan jalan pikiran para filosof sehingga sebagian dari mereka yang disebut aliran Sophist7 malah menyangkal sama sekali sifat-sifat kebendaan, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa meskipun sifat-sifat itu diakui ada namun tidak mempunyai ketetapan yang permanen. Air memang bisa memadamkan api tetapi bisa saja akibat karena pengaruh bumi atau langit secara tertentu maka air suatu mata sumber kehilangan kemampuan demikian. Api bisa membakar kayu, namun bisa saja ada jenis api yang karena pengaruh internal atau eksternal, malah tidak bisa melakukan hal itu. Keajaiban-keajaiban seperti itu terus saja berlanjut dari waktu ke waktu. Para filosof juga berpendapat bahwa beberapa sifat-sifat langit atau bumi baru tampak setelah ribuan atau ratusan ribu tahun dimana hal ini lalu menjadi suatu yang bersifat supranatural bagi mereka yang awam. Kadang-kadang terjadi keajaiban di langit atau di bumi yang mencengangkan para filosof akbar. Akibat daripada itu mereka cenderung mencipta beberapa hukum fisika atau astronomi untuk mengakomodasi keajaiban tadi agar kaidah hukum alam hasil rekaan mereka tidak menjadi batal dengan sendirinya. Selama mereka belum pernah melihat ikan yang bisa terbang, maka para filosof itu akan menyangkal keberadaannya. Sepanjang proses pemotongan ekor anjing tidak otomatis melahirkan anjing baru yang tidak berekor, maka mereka tidak akan mau menerima pandangan demikian. Sepanjang tidak ada yang melihat bahwa sebagai akibat dari gempa bumi dahsyat bisa muncul api tanah yang mencairkan batu-batu tetapi tidak membakar pepohonan, maka para filosof akan menganggap sifat demikian bertentangan dengan hukum alam. Ketika alat aspirator (pompa) belum ditemukan, mana ada filosof yang mempercayai bahwa transfusi darah merupakan bagian dari hukum alam? Siapakah yang bisa menyebutkan nama seorang filosof yang mengakui kemungkinan penggerak¬kan mesin dengan tenaga listrik ketika listrik belum ditemukan?
Allamah Shareh Qanun yang adalah seorang tabib ahli medikal ternama dan filosof yang terpelajar, telah mencatat dalam bukunya bahwa di antara bangsa Yunani umum diketahui adanya wanita-wanita perawan dan saleh yang melahirkan anak tanpa berhubungan dengan seorang laki-laki. Ia mengemuka¬kan pandangan pribadinya bahwa kejadian-kejadian demikian tidak bisa ditolak sebagai suatu kedustaan karena adanya kisah-kisah tersebut tentunya dilandasi suatu fakta. Ia mencatat dalam bukunya bahwa meskipun manusia itu merupakan satu spesi tersendiri sehingga mirip satu dengan lainnya, namun beberapa dari antara manusia ini memiliki karakteristik yang amat khusus yang tidak terdapat pada manusia lainnya. Pada zaman modern ini ada berita yang mengatakan adanya manusia yang berumur tigaratus tahun. Ada pula orang-orang yang diberi kemampuan ingatan atau daya penglihatan yang amat sempurna. Orang-orang seperti ini memang jarang sekali dan munculnya juga mungkin setelah selang waktu ratusan atau ribuan tahun. Karena orang awam hanya memperhatikan segala hal yang terjadi dalam skala umum yang kemudian dianggap sebagai hukum alam, maka suatu hal yang jarang terjadi lalu dianggap sebagai suatu yang diragukan atau kedustaan.
Kesalahan yang dilakukan para filosof adalah kegagalan mereka meneliti hal-hal yang jarang terjadi. Adalah menjadi cara abadi dari Allah s.w.t. untuk kadang-kadang memperlihatkan keajaiban yang jarang terjadi. Banyak sekali contoh-contoh seperti ini dan tidak bisa diuraikan semuanya satu per satu. Hippocrates8 dalam salah satu buku medikalnya mengemukakan beberapa kasus tentang orang-orang yang menderita suatu penyakit yang menurut kaidah kedokteran dan pengalaman ketabiban tidak akan bisa diobati tetapi nyatanya kemudian sembuh kembali. Menyangkut kasus-kasus tersebut, ia mengemukakan bahwa kesembuhan mereka adalah berkat dari pengaruh langit atau bumi yang jarang terjadi. Kami ingin menambahkan bahwa fenomena kejadian jarang demikian tidak terbatas pada dunia manusia saja dan bisa ditemui juga pada spesi lain. Sebagai contoh, pohon kaktus umumnya terasa pahit dan beracun, tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu akan menghasilkan bagian segar yang terasa manis dan nikmat. Orang yang tidak pernah melihatnya dan selalu mengasosiasikan kaktus dengan sesuatu yang pahit akan menganggap bagian tersebut sebagai hal yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga dalam spesi lain dimana kadang-kadang muncul karakteristik khusus setelah selang waktu yang lama. Belum lama ini di daerah Muzaffargarh ada seekor kambing jantan yang menghasilkan susu sebagai¬mana laiknya kambing betina. Ketika berita ini tersiar di kota tersebut, tuan Macauliffe, deputi komisioner dari Muzaffargarh, meminta agar kambing jantan itu dikirimkan kepadanya. Kambing itu menghasilkan sekitar tiga pint (1.700 cc) susu ketika kemudian diperah susunya di hadapannya.
Ada tiga orang terhormat yang bisa dipercaya menyatakan kepadaku bahwa mereka pernah melihat beberapa pria yang menghasilkan susu seperti wanita. Beberapa orang lainnya mengatakan bahwa mereka mengenal ada jenis ulat sutra yang bertelur tanpa bantuan yang jantan dimana telur itu kemudian menetas dengan cara yang normal. Tabib Qarshi mencatat dalam bukunya tentang seorang pasien yang karena cedera lalu telinganya menjadi tuli. Tak lama kemudian muncul bisul di bawah telinganya yang kemudian berlubang dan melalui lubang mana orang itu mendengar kembali. Dengan cara demikian Allah s.w.t. telah mengaruniakan telinga baru kepadanya. Galen9 pernah bertanya: “Bisakah manusia mendengar melalui matanya?”. Dia menjawab sendiri: “Pengalaman saat ini tidak mendukung kemungkinan seperti itu, namun bisa jadi ada hubungan tersembunyi di antara mata dan telinga sebagai akibat dari bedah operasi atau karena intervensi samawi sehingga memungkinkan hal tersebut, karena pengetahuan mengenai sifat-sifat tubuh manusia belum lagi sempurna.”. Dr. Bernier10 dalam jurnalnya ketika menguraikan pendakian gunung Pir Panjal di Kashmir, menceritakan kejadian aneh di halaman 80 dari bukunya. Di suatu tempat mereka melihat seekor kala hitam yang besar keluar dari bawah sebuah batu yang kemudian ditangkap oleh seorang pemuda Moghul kenalannya. Pemuda ini memberikan kala itu kepada Dr. Bernier dan pelayan¬nya tetapi kala itu tidak menyengat mereka. Pemuda Moghul itu menyatakan bahwa sebelumnya ia telah membaca sebuah ayat dari Al-Qur’an dan dengan cara itu ia telah sering menangkap kala tanpa cedera. Pengarang dari kitab Futuhat wa Fusus yang adalah seorang filosof dan ahli tasauf terkenal dan terpelajar, ada mencatat dalam bukunya bahwa suatu ketika di rumahnya terjadi diskusi di antara seorang filosof dengan seorang lainnya mengenai sifat membakar daripada api. Orang itu memegang tangan sang filosof lalu bersama tangannya sendiri, memasukkannya ke dalam api menyala di atas dapur arang serta menahannya disana untuk suatu jangka waktu. Ternyata api tidak membakar kedua tangan itu. Aku sendiri pernah melihat seorang darwis pada suatu hari yang amat panas telah membaca ayat:
“Dan apabila kamu menangkap seseorang, kamu menangkap seperti orang-orang yang kejam”. (S.26 Asy-Syuara:131)
lalu ia menangkap seekor tabuhan dan ia tidak disengat. Aku sendiri telah menyaksikan beberapa efek ajaib dari ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan keagungan kekuasaan Allah s.w.t. Singkat kata, dunia ini bagai museum yang penuh dengan keajaiban-keajaiban yang amat banyak. Para filosof yang bijak dan agung yang biasanya membanggakan pengetahuan mereka yang terbatas, menganggapnya sebagai suatu kepongahan untuk menyebut pengetahuan mereka itu sebagai hukum alam dari Allah s.w.t. Apakah mungkin manusia memberi batasan kepada kekuasaan yang Maha Esa yang telah menciptakan langit berhiaskan matahari, bulan dan bintang-bintang serta mencipta bumi yang seperti taman ini berisikan berbagai macam makhluk, tanpa suatu upaya khusus kecuali hanya Keinginan-Nya saja?
(Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 90-101, London, 1984).
* * *
Adalah suatu kebenaran baku bahwa setiap hal mengandung dalam dirinya sifat-sifat yang terus saja terpengaruhi oleh kekuasaan Allah s.w.t. yang tidak terbatas. Dengan demikian maka sifat dan karakteristik benda-benda yang kita kenal atau pun tidak, juga menjadi tidak terbatas. Jika semua pemikir dari zaman purba sampai modern menggunakan semua kemampuan mereka berpikir sampai dengan Hari Kiamat hanya untuk mencari tahu sifat-sifat dari sebutir biji gandum, tidak akan ada orang waras yang bisa mengatakan bahwa mereka telah sepenuhnya memahami sifat-sifat dari biji tersebut. Tidak ada yang lebih tolol dari orang yang mengatakan bahwa para ahli astronomi dan fisika telah memahami semua sifat dari benda-benda di langit dan di bumi.
Singkat kata, hukum alam yang dikenal manusia tidak mampu bertahan dari kebenaran yang mapan. Hukum alam yang dikenal manusia terbatas hanya pada tindakan-tindakan Ilahi yang telah dimanifestasikan atau mungkin akan dimanifestasikan secara alamiah, namun Allah yang Maha Perkasa tidak ada merasa lelah memperlihatkan kekuasaan-Nya, tidak juga Dia menjadi tidak mampu lagi melakukannya. Tidak ada Dia telah tertidur, atau menyingkir ke suatu pojok atau pun telah dikalahkan sehingga harus menghentikan manifestasi keajaiban-keajaiban-Nya dimana kita harus cukup puas dengan cerita-cerita lama tentang bagaimana dahulu Dia itu amat berkuasa.
Logika, kebijakan, filosofi, literatur dan pendidikan semuanya mengharuskan kita untuk tidak membatasi norma-norma hukum alam sebatas apa yang kita ketahui saja karena masih ribuan detil yang belum kita pelajari, sehingga merupakan suatu ketololan jika kita menganggap bahwa tindakan Allah s.w.t. tidak akan melampaui dari apa yang telah kita pelajari. Aku sering merenungi bagaimana segala hal tersebut bisa menjadi tolok ukur kebenaran atau sebagai neraca untuk menimbang kebenaran padahal mereka sendiri belum sepenuh¬nya diketahui secara mendalam. Masalah kompleks ini telah merancukan jalan pikiran para filosof sehingga sebagian dari mereka yang disebut aliran Sophist7 malah menyangkal sama sekali sifat-sifat kebendaan, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa meskipun sifat-sifat itu diakui ada namun tidak mempunyai ketetapan yang permanen. Air memang bisa memadamkan api tetapi bisa saja akibat karena pengaruh bumi atau langit secara tertentu maka air suatu mata sumber kehilangan kemampuan demikian. Api bisa membakar kayu, namun bisa saja ada jenis api yang karena pengaruh internal atau eksternal, malah tidak bisa melakukan hal itu. Keajaiban-keajaiban seperti itu terus saja berlanjut dari waktu ke waktu. Para filosof juga berpendapat bahwa beberapa sifat-sifat langit atau bumi baru tampak setelah ribuan atau ratusan ribu tahun dimana hal ini lalu menjadi suatu yang bersifat supranatural bagi mereka yang awam. Kadang-kadang terjadi keajaiban di langit atau di bumi yang mencengangkan para filosof akbar. Akibat daripada itu mereka cenderung mencipta beberapa hukum fisika atau astronomi untuk mengakomodasi keajaiban tadi agar kaidah hukum alam hasil rekaan mereka tidak menjadi batal dengan sendirinya. Selama mereka belum pernah melihat ikan yang bisa terbang, maka para filosof itu akan menyangkal keberadaannya. Sepanjang proses pemotongan ekor anjing tidak otomatis melahirkan anjing baru yang tidak berekor, maka mereka tidak akan mau menerima pandangan demikian. Sepanjang tidak ada yang melihat bahwa sebagai akibat dari gempa bumi dahsyat bisa muncul api tanah yang mencairkan batu-batu tetapi tidak membakar pepohonan, maka para filosof akan menganggap sifat demikian bertentangan dengan hukum alam. Ketika alat aspirator (pompa) belum ditemukan, mana ada filosof yang mempercayai bahwa transfusi darah merupakan bagian dari hukum alam? Siapakah yang bisa menyebutkan nama seorang filosof yang mengakui kemungkinan penggerak¬kan mesin dengan tenaga listrik ketika listrik belum ditemukan?
Allamah Shareh Qanun yang adalah seorang tabib ahli medikal ternama dan filosof yang terpelajar, telah mencatat dalam bukunya bahwa di antara bangsa Yunani umum diketahui adanya wanita-wanita perawan dan saleh yang melahirkan anak tanpa berhubungan dengan seorang laki-laki. Ia mengemuka¬kan pandangan pribadinya bahwa kejadian-kejadian demikian tidak bisa ditolak sebagai suatu kedustaan karena adanya kisah-kisah tersebut tentunya dilandasi suatu fakta. Ia mencatat dalam bukunya bahwa meskipun manusia itu merupakan satu spesi tersendiri sehingga mirip satu dengan lainnya, namun beberapa dari antara manusia ini memiliki karakteristik yang amat khusus yang tidak terdapat pada manusia lainnya. Pada zaman modern ini ada berita yang mengatakan adanya manusia yang berumur tigaratus tahun. Ada pula orang-orang yang diberi kemampuan ingatan atau daya penglihatan yang amat sempurna. Orang-orang seperti ini memang jarang sekali dan munculnya juga mungkin setelah selang waktu ratusan atau ribuan tahun. Karena orang awam hanya memperhatikan segala hal yang terjadi dalam skala umum yang kemudian dianggap sebagai hukum alam, maka suatu hal yang jarang terjadi lalu dianggap sebagai suatu yang diragukan atau kedustaan.
Kesalahan yang dilakukan para filosof adalah kegagalan mereka meneliti hal-hal yang jarang terjadi. Adalah menjadi cara abadi dari Allah s.w.t. untuk kadang-kadang memperlihatkan keajaiban yang jarang terjadi. Banyak sekali contoh-contoh seperti ini dan tidak bisa diuraikan semuanya satu per satu. Hippocrates8 dalam salah satu buku medikalnya mengemukakan beberapa kasus tentang orang-orang yang menderita suatu penyakit yang menurut kaidah kedokteran dan pengalaman ketabiban tidak akan bisa diobati tetapi nyatanya kemudian sembuh kembali. Menyangkut kasus-kasus tersebut, ia mengemukakan bahwa kesembuhan mereka adalah berkat dari pengaruh langit atau bumi yang jarang terjadi. Kami ingin menambahkan bahwa fenomena kejadian jarang demikian tidak terbatas pada dunia manusia saja dan bisa ditemui juga pada spesi lain. Sebagai contoh, pohon kaktus umumnya terasa pahit dan beracun, tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu akan menghasilkan bagian segar yang terasa manis dan nikmat. Orang yang tidak pernah melihatnya dan selalu mengasosiasikan kaktus dengan sesuatu yang pahit akan menganggap bagian tersebut sebagai hal yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga dalam spesi lain dimana kadang-kadang muncul karakteristik khusus setelah selang waktu yang lama. Belum lama ini di daerah Muzaffargarh ada seekor kambing jantan yang menghasilkan susu sebagai¬mana laiknya kambing betina. Ketika berita ini tersiar di kota tersebut, tuan Macauliffe, deputi komisioner dari Muzaffargarh, meminta agar kambing jantan itu dikirimkan kepadanya. Kambing itu menghasilkan sekitar tiga pint (1.700 cc) susu ketika kemudian diperah susunya di hadapannya.
Ada tiga orang terhormat yang bisa dipercaya menyatakan kepadaku bahwa mereka pernah melihat beberapa pria yang menghasilkan susu seperti wanita. Beberapa orang lainnya mengatakan bahwa mereka mengenal ada jenis ulat sutra yang bertelur tanpa bantuan yang jantan dimana telur itu kemudian menetas dengan cara yang normal. Tabib Qarshi mencatat dalam bukunya tentang seorang pasien yang karena cedera lalu telinganya menjadi tuli. Tak lama kemudian muncul bisul di bawah telinganya yang kemudian berlubang dan melalui lubang mana orang itu mendengar kembali. Dengan cara demikian Allah s.w.t. telah mengaruniakan telinga baru kepadanya. Galen9 pernah bertanya: “Bisakah manusia mendengar melalui matanya?”. Dia menjawab sendiri: “Pengalaman saat ini tidak mendukung kemungkinan seperti itu, namun bisa jadi ada hubungan tersembunyi di antara mata dan telinga sebagai akibat dari bedah operasi atau karena intervensi samawi sehingga memungkinkan hal tersebut, karena pengetahuan mengenai sifat-sifat tubuh manusia belum lagi sempurna.”. Dr. Bernier10 dalam jurnalnya ketika menguraikan pendakian gunung Pir Panjal di Kashmir, menceritakan kejadian aneh di halaman 80 dari bukunya. Di suatu tempat mereka melihat seekor kala hitam yang besar keluar dari bawah sebuah batu yang kemudian ditangkap oleh seorang pemuda Moghul kenalannya. Pemuda ini memberikan kala itu kepada Dr. Bernier dan pelayan¬nya tetapi kala itu tidak menyengat mereka. Pemuda Moghul itu menyatakan bahwa sebelumnya ia telah membaca sebuah ayat dari Al-Qur’an dan dengan cara itu ia telah sering menangkap kala tanpa cedera. Pengarang dari kitab Futuhat wa Fusus yang adalah seorang filosof dan ahli tasauf terkenal dan terpelajar, ada mencatat dalam bukunya bahwa suatu ketika di rumahnya terjadi diskusi di antara seorang filosof dengan seorang lainnya mengenai sifat membakar daripada api. Orang itu memegang tangan sang filosof lalu bersama tangannya sendiri, memasukkannya ke dalam api menyala di atas dapur arang serta menahannya disana untuk suatu jangka waktu. Ternyata api tidak membakar kedua tangan itu. Aku sendiri pernah melihat seorang darwis pada suatu hari yang amat panas telah membaca ayat:
“Dan apabila kamu menangkap seseorang, kamu menangkap seperti orang-orang yang kejam”. (S.26 Asy-Syuara:131)
lalu ia menangkap seekor tabuhan dan ia tidak disengat. Aku sendiri telah menyaksikan beberapa efek ajaib dari ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan keagungan kekuasaan Allah s.w.t. Singkat kata, dunia ini bagai museum yang penuh dengan keajaiban-keajaiban yang amat banyak. Para filosof yang bijak dan agung yang biasanya membanggakan pengetahuan mereka yang terbatas, menganggapnya sebagai suatu kepongahan untuk menyebut pengetahuan mereka itu sebagai hukum alam dari Allah s.w.t. Apakah mungkin manusia memberi batasan kepada kekuasaan yang Maha Esa yang telah menciptakan langit berhiaskan matahari, bulan dan bintang-bintang serta mencipta bumi yang seperti taman ini berisikan berbagai macam makhluk, tanpa suatu upaya khusus kecuali hanya Keinginan-Nya saja?
(Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 90-101, London, 1984).
* * *