Dunia jadinya menyadari bahwa Tuhan mendukung manusia bersangkutan sebagaimana layaknya seorang sahabat. Adapun perlakuan-Nya kepada para musuh-Nya dinyatakan dalam bentuk penghukuman yang pedih dan tanda-tanda lainnya yang menggambarkan secara tegas bahwa Tuhan memusuhi bangsa atau orang bersangkutan. Kadang-kadang Tuhan mencobai sahabat-Nya dengan menjadikan seluruh dunia memusuhi dirinya dan membiarkan untuk sementara waktu yang bersangkutan sebagai korban aniaya lidah atau tangan mereka. Hanya saja hal itu dilakukan-Nya bukan karena Dia ingin menghancurkan sahabat-Nya itu, atau akan mempermalukan atau pun sebagai bentuk perendahan harkat. Dia melakukan hal itu agar Dia bisa memperlihatkan tanda-tanda-Nya kepada seluruh dunia bahwa para musuh-Nya tidak akan dapat menyakiti sahabat-Nya tersebut meskipun mereka telah melakukan segala upaya habis-habisan.
(Nuzulul Masih, Qadian, Ziaul Islam Press, 1909; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 18, hal. 517-518, London, 1984).
* * *
Dalam Kitab Suci Al-Qur’an sifat-sifat daripada Allah yang Maha Perkasa dikemukakan dalam bentuk subyektif dan bukan sebagai obyektif. Sebagai contoh, Dia itu Maha Suci, tetapi tidak ada dikemukakan bahwa Dia itu memang dipelihara agar tetap suci, karena hal itu akan menimbulkan dugaan adanya sosok yang memelihara Dia. (Malfuzat, vol. IV, hal. 119).
* * *
Tuhan kami memiliki kekuasaan di atas segala hal. Mereka berdusta jika mereka mengatakan bahwa Dia tidak menciptakan ruh atau pun partikel dari tubuh jasmani. Mereka itu tidak mengenal yang namanya Tuhan. Kami menyaksikan ciptaan-ciptaan-Nya yang baru pada setiap hari dan Dia selalu meniupkan ruh kemajuan yang baru ke dalam kalbu kami. Jika Dia tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari keadaan ketiadaan menjadi ada maka hal itu akan berarti kematian bagi kami. Alangkah indahnya Dia yang menjadi Tuhan kami. Siapakah yang dapat dipadankan dengan Wujud-Nya? Alangkah ajaib hasil ciptaan-Nya. Siapakah yang mempunyai kemampuan mencipta seperti Diri-Nya? Dia itulah kekuasaan yang mutlak. (Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 435, London, 1984).
* * *
Yang menjadi dasar utama dari penyembahan dewa-dewa dan mengenai aqidah tentang transmigrasi jiwa (reinkarnasi) merupakan pengingkaran terhadap sifat-sifat Ilahi, yaitu sepertinya menggambarkan Allah yang Maha Kuasa sebagai wujud yang tidak berdaya melaksanakan pengendalian sepenuhnya atas alam ini. Aqidah tersebut melahirkan lagi bentuk penyembahan lain kepada dewa-dewa lainnya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan manusia dimana adanya suatu perubahan dianggap sebagai akibat perilaku dalam eksistensi sebelumnya. Jadi transmigrasi jiwa dan penyembahan dewa-dewa bersumber pada satu kesalahan yang mendasar. (Shahnah Haq, Riadh Hind Press, N.D.; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 407-408, London, 1984).
* * *
Melalui Kekuasaan-Nya, Tuhan mencitrakan eksistensi-Nya
Demikian itu Dia membuka selubung rona Wujud-Nya
Apa pun yang ditakdirkan dan berkenan Dia kemukakan
Tak mungkin dihindari, karena demikianlah kuasa Allah.
(Pengumuman 5 Agustus 1885, Majmua Ishtiharat, vol. 1, hal. 143).
* * *
Tuhan kami memiliki berbagai keajaiban namun hanya bisa dilihat oleh mereka yang secara tulus dan ikhlas menjadi hamba-Nya. Dia tidak akan memperlihatkan Keajaiban-Nya kepada mereka yang tidak beriman kepada kekuasaan-Nya dan tidak tulus dan ikhlas mengikuti-Nya. Alangkah sialnya manusia yang tidak menyadari bahwa ia mempunyai Tuhan yang berkuasa atas segala hal. (Kishti Nuh, Qadian, Ziaul Islam Press, 1902; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 21, London, 1984).
* * *
Kekuasaan-Nya tidak mempunyai batas dan keajaiban-Nya tidak mengenal akhir. Bagi hamba-Nya yang istimewa bahkan Dia akan mengubah hukum-Nya, tetapi perubahan itu sendiri memang menjadi bagian daripada hukum-Nya. Ketika seseorang menyungkurkan diri di hadirat-Nya dengan ruh yang baru dimana ia melakukan perubahan dalam dirinya sendiri demi memperoleh keridhoan-Nya, maka Tuhan juga akan membuat perubahan baginya dimana wujud Tuhan yang muncul kepadanya sama sekali berbeda dengan sosok yang diketahui orang awam. Allah s.w.t. akan muncul lemah kepada seorang yang keimanannya lemah, adapun kepada mereka yang maju ke hadirat-Nya dengan keimanan yang kuat maka Dia akan memperlihatkan bahwa Dia itu bersifat Maha Perkasa. Jadi pada setiap perubahan dalam diri seorang manusia akan diikuti dengan perubahan pada perwujudan sifat-sifat Ilahi bagi yang bersangkutan. Kepada mereka yang keimanannya sama sekali lemah seperti yang sudah mati maka Tuhan juga akan menarik Diri dan pertolongan-Nya seolah-olah Dia itu (naudzubillah) juga telah mati. Semua perubahan tersebut terjadi berdasar hukum-Nya dan sejalan dengan Kesucian-Nya. Tidak ada siapa pun yang bisa membatasi hukum-Nya. Dengan demikian jika ada yang mengatakan bahwa ada suatu hal yang bertentangan dengan hukum alam tanpa diikuti penalaran yang konklusif, jelas dan tegas, maka pandangan demikian itu bodoh karena tidak ada yang bisa membantah berdasarkan sesuatu yang belum jelas dan tidak masuk akal. (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 23, hal. 104-105, London, 1984).
* * *
Jika kita tidak meyakini bahwa Tuhan bersifat Maha Perkasa maka semua harapan kita akan menjadi tidak ada artinya. Pemakbulan dari doa-doa kita bergantung kepada keyakinan bahwa jika Tuhan berkenan maka Dia akan menciptakan kekuatan di dalam tubuh atau pun ruhani yang tadinya sudah tidak dimiliki. Sebagai contoh adalah saat kita mendoakan kesembuhan seseorang dari sakitnya yang terlihat sudah parah dan yang bersangkutan sudah sekarat. Lalu kita berdoa kepada Allah s.w.t. agar Dia menciptakan kekuatan dalam partikel-partikel jasmani orang bersangkutan yang bisa menyelamatkannya dari maut. Kita mengalami bahwa banyak dari doa-doa seperti itu ternyata dikabulkan. Pada awalnya kita merasakan bahwa orang tersebut sudah di ambang ajalnya dan seluruh kekuatan hidupnya telah mencapai suatu akhir, namun ketika doa kita mencapai klimaks karena kekhusukan doa dimana seolah kita sendiri yang merasa akan mati, lalu Tuhan memberitahukan bahwa kekuatan hidup sudah dipulihkan dalam diri yang bersangkutan. Orang itu lalu menunjukkan gejala-gejala kepulihan seolah-olah orang mati yang bangkit kembali. Aku teringat ketika saat wabah pes melanda, aku berdoa: “Ya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, peliharakanlah kami dari bencana ini dan ciptakan dalam diri kami penangkal yang akan menyelamatkan diri kami dari racun bawaan wabah ini.”. Kemudian Tuhan yang Maha Kuasa menciptakan penangkal dalam diri kita dan berfirman: “Aku akan menjaga mereka yang tinggal di dalam rumah ini kecuali mereka yang merasa dirinya tinggi karena sifat takaburnya”. yang maksudnya adalah bahwa mereka yang tidak mengingkari Tuhan dan berlaku takwa, akan diselamatkan. Allah s.w.t. juga menyatakan bahwa kota Qadian akan dipeliharakan dengan pengertian bahwa kota ini tidak akan hancur akibat wabah tersebut sebagaimana kota-kota lainnya. Hal-hal seperti itulah yang telah kita lihat dan saksikan sebagai pemenuhan nubuatan tersebut. Demikian itu caranya Tuhan menciptakan kekuatan dan daya baru dalam partikel-partikel diri kita. Karena meyakini janji Allah s.w.t. tersebut maka kami menghindari tindak penjagaan yang dilakukan manusia berupa vaksinasi terhadap wabah tersebut. Banyak dari mereka yang divaksin nyatanya malah mati, sedangkan kita berkat rahmat Allah s.w.t. masih tetap selamat. Allah s.w.t. telah menciptakan partikel-partikel penangkal dalam diri kita. Dia juga menciptakan ruh sebagaimana Dia telah meniupkan ke dalam diriku sebuah ruh yang suci yang menjadikan aku hidup. Kita tidak saja mengharap¬kan bahwa Dia menciptakan ruh dan menghidupkan kembali jasmani kita, tetapi ruh kita pun membutuhkan ruh lain untuk menjadikannya hidup. Semuanya itu diciptakan oleh Allah s.w.t. Barangsiapa yang belum memahami mistri ini maka ia belum menyadari kekuatan Tuhan dan belum mengindahkan Tuhan.
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 390-391, London, 1984).
* * *
(Nuzulul Masih, Qadian, Ziaul Islam Press, 1909; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 18, hal. 517-518, London, 1984).
* * *
Dalam Kitab Suci Al-Qur’an sifat-sifat daripada Allah yang Maha Perkasa dikemukakan dalam bentuk subyektif dan bukan sebagai obyektif. Sebagai contoh, Dia itu Maha Suci, tetapi tidak ada dikemukakan bahwa Dia itu memang dipelihara agar tetap suci, karena hal itu akan menimbulkan dugaan adanya sosok yang memelihara Dia. (Malfuzat, vol. IV, hal. 119).
* * *
Tuhan kami memiliki kekuasaan di atas segala hal. Mereka berdusta jika mereka mengatakan bahwa Dia tidak menciptakan ruh atau pun partikel dari tubuh jasmani. Mereka itu tidak mengenal yang namanya Tuhan. Kami menyaksikan ciptaan-ciptaan-Nya yang baru pada setiap hari dan Dia selalu meniupkan ruh kemajuan yang baru ke dalam kalbu kami. Jika Dia tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari keadaan ketiadaan menjadi ada maka hal itu akan berarti kematian bagi kami. Alangkah indahnya Dia yang menjadi Tuhan kami. Siapakah yang dapat dipadankan dengan Wujud-Nya? Alangkah ajaib hasil ciptaan-Nya. Siapakah yang mempunyai kemampuan mencipta seperti Diri-Nya? Dia itulah kekuasaan yang mutlak. (Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 435, London, 1984).
* * *
Yang menjadi dasar utama dari penyembahan dewa-dewa dan mengenai aqidah tentang transmigrasi jiwa (reinkarnasi) merupakan pengingkaran terhadap sifat-sifat Ilahi, yaitu sepertinya menggambarkan Allah yang Maha Kuasa sebagai wujud yang tidak berdaya melaksanakan pengendalian sepenuhnya atas alam ini. Aqidah tersebut melahirkan lagi bentuk penyembahan lain kepada dewa-dewa lainnya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan manusia dimana adanya suatu perubahan dianggap sebagai akibat perilaku dalam eksistensi sebelumnya. Jadi transmigrasi jiwa dan penyembahan dewa-dewa bersumber pada satu kesalahan yang mendasar. (Shahnah Haq, Riadh Hind Press, N.D.; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 407-408, London, 1984).
* * *
Melalui Kekuasaan-Nya, Tuhan mencitrakan eksistensi-Nya
Demikian itu Dia membuka selubung rona Wujud-Nya
Apa pun yang ditakdirkan dan berkenan Dia kemukakan
Tak mungkin dihindari, karena demikianlah kuasa Allah.
(Pengumuman 5 Agustus 1885, Majmua Ishtiharat, vol. 1, hal. 143).
* * *
Tuhan kami memiliki berbagai keajaiban namun hanya bisa dilihat oleh mereka yang secara tulus dan ikhlas menjadi hamba-Nya. Dia tidak akan memperlihatkan Keajaiban-Nya kepada mereka yang tidak beriman kepada kekuasaan-Nya dan tidak tulus dan ikhlas mengikuti-Nya. Alangkah sialnya manusia yang tidak menyadari bahwa ia mempunyai Tuhan yang berkuasa atas segala hal. (Kishti Nuh, Qadian, Ziaul Islam Press, 1902; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 21, London, 1984).
* * *
Kekuasaan-Nya tidak mempunyai batas dan keajaiban-Nya tidak mengenal akhir. Bagi hamba-Nya yang istimewa bahkan Dia akan mengubah hukum-Nya, tetapi perubahan itu sendiri memang menjadi bagian daripada hukum-Nya. Ketika seseorang menyungkurkan diri di hadirat-Nya dengan ruh yang baru dimana ia melakukan perubahan dalam dirinya sendiri demi memperoleh keridhoan-Nya, maka Tuhan juga akan membuat perubahan baginya dimana wujud Tuhan yang muncul kepadanya sama sekali berbeda dengan sosok yang diketahui orang awam. Allah s.w.t. akan muncul lemah kepada seorang yang keimanannya lemah, adapun kepada mereka yang maju ke hadirat-Nya dengan keimanan yang kuat maka Dia akan memperlihatkan bahwa Dia itu bersifat Maha Perkasa. Jadi pada setiap perubahan dalam diri seorang manusia akan diikuti dengan perubahan pada perwujudan sifat-sifat Ilahi bagi yang bersangkutan. Kepada mereka yang keimanannya sama sekali lemah seperti yang sudah mati maka Tuhan juga akan menarik Diri dan pertolongan-Nya seolah-olah Dia itu (naudzubillah) juga telah mati. Semua perubahan tersebut terjadi berdasar hukum-Nya dan sejalan dengan Kesucian-Nya. Tidak ada siapa pun yang bisa membatasi hukum-Nya. Dengan demikian jika ada yang mengatakan bahwa ada suatu hal yang bertentangan dengan hukum alam tanpa diikuti penalaran yang konklusif, jelas dan tegas, maka pandangan demikian itu bodoh karena tidak ada yang bisa membantah berdasarkan sesuatu yang belum jelas dan tidak masuk akal. (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 23, hal. 104-105, London, 1984).
* * *
Jika kita tidak meyakini bahwa Tuhan bersifat Maha Perkasa maka semua harapan kita akan menjadi tidak ada artinya. Pemakbulan dari doa-doa kita bergantung kepada keyakinan bahwa jika Tuhan berkenan maka Dia akan menciptakan kekuatan di dalam tubuh atau pun ruhani yang tadinya sudah tidak dimiliki. Sebagai contoh adalah saat kita mendoakan kesembuhan seseorang dari sakitnya yang terlihat sudah parah dan yang bersangkutan sudah sekarat. Lalu kita berdoa kepada Allah s.w.t. agar Dia menciptakan kekuatan dalam partikel-partikel jasmani orang bersangkutan yang bisa menyelamatkannya dari maut. Kita mengalami bahwa banyak dari doa-doa seperti itu ternyata dikabulkan. Pada awalnya kita merasakan bahwa orang tersebut sudah di ambang ajalnya dan seluruh kekuatan hidupnya telah mencapai suatu akhir, namun ketika doa kita mencapai klimaks karena kekhusukan doa dimana seolah kita sendiri yang merasa akan mati, lalu Tuhan memberitahukan bahwa kekuatan hidup sudah dipulihkan dalam diri yang bersangkutan. Orang itu lalu menunjukkan gejala-gejala kepulihan seolah-olah orang mati yang bangkit kembali. Aku teringat ketika saat wabah pes melanda, aku berdoa: “Ya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, peliharakanlah kami dari bencana ini dan ciptakan dalam diri kami penangkal yang akan menyelamatkan diri kami dari racun bawaan wabah ini.”. Kemudian Tuhan yang Maha Kuasa menciptakan penangkal dalam diri kita dan berfirman: “Aku akan menjaga mereka yang tinggal di dalam rumah ini kecuali mereka yang merasa dirinya tinggi karena sifat takaburnya”. yang maksudnya adalah bahwa mereka yang tidak mengingkari Tuhan dan berlaku takwa, akan diselamatkan. Allah s.w.t. juga menyatakan bahwa kota Qadian akan dipeliharakan dengan pengertian bahwa kota ini tidak akan hancur akibat wabah tersebut sebagaimana kota-kota lainnya. Hal-hal seperti itulah yang telah kita lihat dan saksikan sebagai pemenuhan nubuatan tersebut. Demikian itu caranya Tuhan menciptakan kekuatan dan daya baru dalam partikel-partikel diri kita. Karena meyakini janji Allah s.w.t. tersebut maka kami menghindari tindak penjagaan yang dilakukan manusia berupa vaksinasi terhadap wabah tersebut. Banyak dari mereka yang divaksin nyatanya malah mati, sedangkan kita berkat rahmat Allah s.w.t. masih tetap selamat. Allah s.w.t. telah menciptakan partikel-partikel penangkal dalam diri kita. Dia juga menciptakan ruh sebagaimana Dia telah meniupkan ke dalam diriku sebuah ruh yang suci yang menjadikan aku hidup. Kita tidak saja mengharap¬kan bahwa Dia menciptakan ruh dan menghidupkan kembali jasmani kita, tetapi ruh kita pun membutuhkan ruh lain untuk menjadikannya hidup. Semuanya itu diciptakan oleh Allah s.w.t. Barangsiapa yang belum memahami mistri ini maka ia belum menyadari kekuatan Tuhan dan belum mengindahkan Tuhan.
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 390-391, London, 1984).
* * *