Iklan

Mengingat Wujud dari Allah yang Maha Kuasa meskipun demikian cemerlang namun tersembunyi dari pandangan mata dan alam jasmani ini tidak cukup mampu mengenalinya, karena itulah maka mereka yang bertumpu pada sistem phisikal yang tertata rapi dalam usahanya memahami segala keajaiban melalui ilmu perbintangan (astronomi), fisika maupun filosofi yang telah menembus ke langit dan bumi, tidak bisa menghilangkan keraguan dan kecurigaan mereka sehingga mereka menjadi hanyut dalam berbagai bentuk kesalahan tersesat jauh mengejar bayangan pikiran mereka sendiri.
Kalau mereka memandang alam semesta ini dan memperhatikan keteraturan di dalamnya, mereka baru sampai pada kesimpulan bahwa mungkin memang ada sesosok wujud Pencipta. Jelas bahwa pandangan demikian belum lengkap dan pemahaman seperti itu tidak sempurna karena mengatakan bahwa sistem ini memerlukan adanya Tuhan tidak sama dengan menyatakan bahwa Tuhan memang eksis. Ini hanyalah duga-dugaan mereka yang tidak bisa memberikan kepuasan dan keselesaan batin, serta juga tidak bisa menghilangkan keraguan. Semuanya itu belum merupakan cawan yang bisa menghilangkan dahaga manusia akan pemahaman seutuhnya yang sudah inheren dalam tabiat manusia. Bahkan pemahaman mentah seperti itu membawa bahaya karena setelah menimbulkan kegalauan sesaat lalu berakhir dengan kehampaan.

Sepanjang Allah yang Maha Kuasa tidak mengukuhkan eksistensi-Nya melalui firman-Nya maka penelaahan atas hasil kinerja-Nya semata tidak akan memberikan kepuasan. Sebagai contoh, kalau kita melihat sebuah kamar yang terkunci dari dalam, reaksi pertama kita adalah mengatakan bahwa ada seseorang di dalam kamar yang telah menguncinya dari dalam karena mengunci dari luar jelas tidak mungkin. Namun jika setelah suatu jangka waktu panjang tidak juga ada yang menanggapi dari dalam kamar meskipun berulangkali telah diseru, maka kita harus menanggalkan asumsi yang menyatakan bahwa ada seseorang di dalam dan kita mulai membayangkan bahwa sebenarnya kamar itu kosong, sedangkan kuncinya terpasang melalui suatu cara yang canggih. Hal seperti inilah yang terjadi pada diri para filosof yang pandangannya tidak melampaui batas semata hanya menelaah hasil kinerja Tuhan. Adalah suatu kekeliruan besar untuk membayangkan bahwa Tuhan itu seperti mayat yang harus dikeluarkan manusia dari kuburnya. Jika Tuhan harus ditemukan melalui upaya manusia maka semua harapan kita atas Tuhan tersebut menjadi tidak ada artinya. Sesungguhnya Tuhan adalah Wujud yang selalu memanggil manusia ke arah-Nya dengan menyatakan: “Aku ini ada.”. Merupakan suatu kekonyolan untuk membayangkan bahwa Tuhan harus sejalan dengan pemahaman manusia dan menganggap bahwa jika tidak karena para filosof maka Dia tidak akan dikenal. Juga merupakan kekurang¬ajaran untuk menanyakan apakah Tuhan memiliki lidah untuk berbicara. Bukankah Dia telah menciptakan semua benda di langit dan di bumi tanpa bantuan tangan fisikal? Bukankah Dia memandang ke seluruhan alam ini tanpa mata jasmani? Tidakkah Dia itu mendengar tanpa telinga fisik? Dengan sendirinya juga maka Dia bisa berbicara. Adalah keliru mengatakan bahwa Tuhan hanya berbicara di masa lalu dan tidak ada apa-apa lagi yang tersisa di masa depan. Kita tidak akan pernah bisa mematok firman atau kata-kata-Nya hanya pada suatu periode tertentu saja. Tidak diragukan lagi bahwa Dia akan memperkaya para pencari-Nya dari sumber mata air wahyu sebagaimana yang telah dilakukan-Nya sejak dulu. Gerbang keridhoan-Nya tetap terbuka sekarang sebagaimana juga terbuka sejak sebelumnya. Yang benar adalah, setelah kebutuhan akan kaidah dan petunjuk telah dipenuhi, maka semua Kenabian dan Kerasulan mencapai kulminasi kesempurnaannya pada titik akhir dalam diri Junjungan dan Penghulu kita, Rasulullah Muhammad s.a.w.
(Islami Usulki Philosophy, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 10, hal. 363-367, London, 1984).
* * *
Pengetahuan seutuhnya mengenai Tuhan tergantung pada upaya kita menggapai Tuhan yang Maha Hidup yang berbicara jelas kepada para kekasih-Nya dimana Dia mengaruniakan kepuasan dan kesenangan atas mereka melalui bicara-Nya yang agung dan nikmat di kalbu. Dia berbicara kepada mereka sebagaimana seseorang bercakap dengan orang lainnya dengan suatu kepastian yang bebas dari segala keraguan atau kecurigaan. Dia mendengar mereka serta menanggapi mereka dan ketika mendengar permohonan mereka, Dia akan memberitahukan mengenai pengabulan doa mereka. Dia membukti¬kan kepada mereka bahwa Dia itulah Tuhan karena firman-Nya yang agung dan karena mukjizat yang ditunjukkan-Nya serta melalui berbagai tanda-tanda-Nya yang agung dan perkasa. Melalui nubuatan, Dia menjanjikan pertolongan dan bantuan kepada mereka beserta bimbingan yang sempurna, tetapi pada sisi lain guna mengagungkan kebesaran dari janji-janji-Nya maka Dia akan menjadikan seluruh dunia ini memusuhi mereka. Manusia lalu menggunakan segala kemampuan, sarana dan tipu daya mereka untuk menggagalkan janji Tuhan akan bantuan dan pertolongan bagi para kekasih-Nya tersebut, namun usaha mereka akan sia-sia saja. Mereka menebarkan benih kejahilan dan Tuhan akan mencerabutnya. Mereka akan menyulut api untuk membakar dan Tuhan akan memadamkannya. Mereka mengeluarkan segala kemampuan mereka dan Tuhan akan membalikkan rencana mereka ke diri mereka sendiri.

Para muttaqi pengikut Allah s.w.t. adalah orang-orang sederhana serta lurus dan di hadapan Allah mereka itu seperti anak-anak kecil di pangkuan ibunya. Dunia memusuhi karena mereka itu jauh dari sifat duniawi. Semua bentuk rencana dan sarana digunakan manusia untuk menghancurkan mereka. Semua orang bergabung untuk menyusahkan mereka dan mereka yang berakhlak rendah akan menembakkan anak panah mereka dari busur permusuhan yang sama. Segala bentuk fitnah dan tuduhan ditimpakan terhadap para muttaqi tersebut agar mereka ini hancur dan tanda-tanda yang diperlihatkannya sirna, namun Allah yang Maha Kuasa akan memenuhi firman-Nya sepanjang hidup mereka. Mereka mendapat kehormatan dengan menerima firman Tuhan yang sejati dan jernih serta bersifat konklusif. Begitu pula mereka diberikan pengetahuan akan hal-hal yang tersembunyi dari pengetahuan manusia umumnya melalui firman Tuhan yang jelas. Di sisi lain, melalui berbagai mukjizat yang meneguhkan kebenaran dari apa yang telah disampaikan, maka keimanan mereka malah menjadi lebih cerah dan bertambah kuat. Apa pun yang didambakan manusia demi pengenalan Tuhan-nya akan dipenuhi melalui manifestasi lisan maupun faktual agar tidak ada lagi kegelapan tersisa meski pun hanya sebesar zarah.
Inilah Tuhan yang melalui manifestasi verbal dan faktual dari beribu karunia yang menyejukkan hati sehingga manusia memperoleh keimanan yang hidup. Melalui keimanan demikian ia memperoleh hubungan suci dengan Tuhan-nya yang akan menghapus segala noda dalam dirinya, mengangkat kelemahan dirinya, menerangi kegelapan batin berkat Nur samawi serta menghasilkan perubahan yang luar biasa. Karena itu agama yang tidak mampu mempresen¬tasikan Tuhan sebagai wujud yang memiliki sifat-sifat tersebut dan malah membeku¬kan keimanan manusia dalam dongeng-dongeng kuno yang tidak masuk akal, jelaslah bukan agama yang benar. Menganut tuhan fiktif demikian sama saja dengan mengharapkan sebuah bangkai mati berkarya sebagaimana laiknya manusia hidup. Tuhan yang tidak bisa membuktikan eksistensi wujud-Nya setiap saat sama saja dengan tidak ada sama sekali. Dia lebih menyerupai berhala yang tidak berbicara, tidak mendengar dan tidak menjawab pertanyaan umat manusia. Tidak juga ia akan mampu memanifestasikan kekuatannya sedemikian rupa sehingga seorang atheis pun tidak akan meragukannya.
(Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 31-32, London, 1984).
* * *
KEBERATAN/SANGKALAN: Merupakan suatu hal yang tidak patut untuk menyatakan bahwa Tuhan berbicara kepada manusia. Hubungan apa yang mungkin ada di antara manusia yang fana dengan Wujud yang Maha Abadi dan Maha Hidup? Apakah mungkin ada kesetaraan di antara segenggam debu dengan Nur itu sendiri?

JAWABAN: Keberatan demikian tidak ada dasarnya sama sekali. Perlu dipahami bahwa Allah yang Maha Agung dan Maha Penyayang malah menanamkan hasrat di hati manusia yang saleh untuk mencari pemahaman akan Wujud-Nya dan menarik mereka dengan kuat ke arah kasih, sayang dan pengabdian kepada-Nya sedemikian rupa sehingga mereka kehilangan dirinya sendiri. Mengatakan dalam keadaan demikian bahwa Tuhan tidak mau berbicara dengan mereka, sama saja dengan mengatakan bahwa semua kecintaan dan ibadah mereka adalah suatu kesia-siaan dan kerinduan mereka hanya seperti orang bertepuk sebelah tangan. Pandangan seperti itu salah sekali. Mungkinkah seorang pencahari wujud Tuhan yang telah mengarunia¬kan kemampuan kepada manusia untuk mengakrabi Wujud-Nya dan yang telah menjadikannya gelisah karena kecintaan kepada-Nya, lalu mengaliskan ia itu dari rahmat berbicara kepada-Nya? Benarkah bahwa seseorang dimungkinkan untuk larut dalam kecintaan kepada Allah s.w.t. tetapi turunnya wahyu ke hati si pencinta Allah itu malah dikatakan tidak mungkin atau dianggap tidak patut dan akan mengurangi harkat-Nya? Manusia yang menenggelamkan dirinya dalam samudra kecintaan Allah yang tidak bertepi dan tidak pernah berhenti dalam pencahariannya merupakan bukti konklusif bahwa batin manusia memang telah dirancang untuk mencoba memahami Tuhan. Jika kepada manusia itu lalu tidak diberikan pemahaman sempurna melalui wahyu, sama saja dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak bermaksud mencipta manusia untuk mengenali wujud-Nya. Bahkan kaum Brahmo Samaj15 juga tidak menyangkal bahwa batin manusia yang sempurna selalu haus dan lapar akan pemahaman Tuhan. Kalau sudah sependapat bahwa seorang manusia yang sempurna secara alamiah akan mencari pemahaman mengenai Tuhan dan disepakati bahwa cara yang terbaik untuk memahami Ilahi adalah melalui wahyu Ilahi, lalu dikatakan bahwa cara pencapaian itu tidak mungkin atau dianggap tidak patut maka perlu dipertanyakan kebijakan Tuhan mengapa Dia menanamkan kecenderungan di hati manusia untuk mencari Tuhan tetapi tidak memberikan sarana guna mencapai pemahaman tersebut. Dengan kata lain, Dia telah menyebabkan timbulnya rasa lapar pada manusia tetapi tidak mau memberikan roti secukupnya guna memuaskan rasa lapar itu, atau Dia telah menimbulkan rasa haus dan tidak mau memberi air sebagai pemuas dahaga. Orang yang bijak akan memahami bahwa pandangan demikian akan menyebabkan manusia tidak mampu menghargai rahmat-rahmat akbar dari Tuhan-nya. Kaum Brahmo Samaj mempunyai pandangan aneh yang menyatakan bahwa Tuhan tidak menginginkan manusia untuk memperoleh karunia demikian, padahal Allah yang Maha Bijaksana telah mengaruniakan rahmat kepada manusia agar mereka bisa menyaksikan Nur Ketuhanan dalam hidup ini juga agar mereka tertarik kepada-Nya.
(Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 230-232, London, 1984).
* * *
Berkaitan dengan apa pun yang diinginkan Tuhan dari manusia, sebelumnya Dia telah menanamkan dalam diri mereka semua kemampuan yang diperlukan untuk pencapaiannya. Sebagai contoh, batin manusia memiliki kemampuan untuk mencintai. Seseorang bisa saja karena kesalahan mencintai seorang lain atau memilih siapa yang akan menjadi obyek kecintaannya, namun penalaran yang waras akan menyadari bahwa kemampuan mencintai ini ditanamkan dalam batinnya agar ia hanya mencintai Wujud yang paling patut dicintai yaitu Allah s.w.t. dengan seluruh jiwa, raga dan hasratnya.
Dapatkah kita mengata¬kan bahwa kemampuan mencintai yang ditanamkan dalam batin manusia itu dengan gejolaknya yang tanpa batas dan pada tingkat tertingginya menjadikan manusia bersedia mengorbankan nyawanya, apakah sudah inheren di dalam batin sejak awal mulanya? Bila Tuhan memang tidak menciptakan hubungan di antara manusia dengan diri-Nya melalui penanaman kemampuan mencintai di kalbu manusia, maka akan dikatakan bahwa kemampuan tersebut tergantung kepada masalah kebetulan. Jadinya jika karena nasib baik dari Permeshwar maka batin-batin ini dikaruniai kemampuan mencintai, sedangkan sebaliknya jika sial maka kemampuan demikian tidak ditemui dalam kalbu dengan akibat tidak ada seorang pun yang akan memperhatikan sang Permeshwar. Tambah lagi jika sang Permeshwar tidak mampu memper¬baiki situasi. Hanya saja dengan memperhatikan tuntutan sang Permeshwar agar manusia menyembah Diri-Nya dan agar manusia berlaku saleh, merupakan bukti bahwa Dia sendiri telah menanamkan kemampuan mencintai dan mengabdi dalam batin manusia. Karena itu Dia mengharapkan agar manusia yang telah dilengkapi dengan kemampuan mencintai demikian agar sepenuhnya mengabdikan diri bagi kecintaan dan kepatuhan terhadap Wujud-Nya. Kalau tidak bagaimana mungkin Permeshwar mengharapkan manusia mencintai dan patuh kepada Diri-Nya serta berlaku sesuai keinginan-Nya?
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 385-386, London, 1984).
* * *



Esensi Ajaran Islam© 2014. All Rights Reserved. Template By Seocips.com
SEOCIPS Areasatu Adasenze Tempate Published By K15-Creative TeamKaizen Template