Iklan

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa nya”. (S.91 Asy-Syams:10).

Ia yang mencintai yang Maha Suci, harus menyucikan dirinya sendiri agar dapat bertemu dengan wujud-Nya. Banyak sekali orang yang mengaku bahwa mereka mencintai Allah yang Maha Kuasa, namun yang perlu diketahui apakah Dia juga mencintai mereka. Bukti dari kecintaan Allah s.w.t. adalah sejak awal Dia akan membuang tabir yang menghalangi seseorang mengimani secara pasti eksistensi Tuhan. Tabir inilah yang terkadang menimbulkan pengakuan secara samar-samar terhadap wujud-Nya dan bahkan pada saat ada cobaan, menjadikan manusia menyangkal eksistensi-Nya sama sekali. Membuang tabir tersebut hanya bisa dilakukan melalui percakapan Tuhan dengan hamba-Nya.
Seorang manusia minum dari sumber mata air pemahaman haqiqi pada saat Tuhan berbicara kepadanya dan menyampaikan kabar baik bahwa: “Aku ini ada.”. Pada saat itulah pemahaman manusia tidak lagi terkungkung oleh dugaan atau argumentasi semata. Ia menjadi demikian dekat kepada Tuhan seolah-olah ia bisa melihat-Nya. Sesungguhnyalah bahwa keimanan yang sempurna kepada Tuhan hanya bisa dicapai ketika Dia memberitahukan eksistensi-Nya kepada seseorang.
Tanda kedua dari kecintaan Allah s.w.t. ialah tidak saja Dia memberitahukan kepada manusia yang menjadi kekasih-Nya mengenai eksistensi Diri-Nya, tetapi juga memanifestasikan khusus bagi mereka tanda-tanda rahmat dan rahim-Nya dengan cara mengabulkan doa mereka menyangkut hal-hal yang tampaknya mustahil dan tidak mempunyai harapan serta memberitahukan hal itu kepada mereka melalui wahyu dan firman-Nya. Hal itu akan menen¬teramkan hati mereka karena mengetahui bahwa Allah yang Maha Perkasa telah mendengar permohonan mereka dan menyelamatkan mereka dari kesulitan. Dari sana mereka akan memahami mistri keselamatan dan menjadi yakin sepenuhnya akan eksistensi Tuhan.
Sebagai peringatan kadang-kadang orang lain juga bisa mendapat ru”.ya atau mimpi yang benar, namun pengalaman dari orang yang biasa bercakap dengan Tuhan adalah suatu hal yang berbeda sama sekali. Ru”.ya demikian hanya diturunkan kepada mereka yang menjadi kekasih-Nya. Ketika mereka ini memohon kepada Tuhan-nya maka Dia akan memanifestasikan Wujud-Nya kepada mereka dengan segenap keagungan serta mengirimkan Ruh kepada mereka untuk memberitahukan secara lemah lembut bahwa doa mereka telah dikabulkan. Seseorang yang mengalami kejadian seperti itu secara sangat sering disebut sebagai seorang Nabi atau Muhaddas.
(Hujjatul Islam, Amritsar, Riyadh Hind Press; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 42-43, London, 1984).
* * *
Seorang hamba memperlihatkan kecintaannya yang suci kepada Allah s.w.t. melalui perilakunya yang baik, tetapi tanggapan Allah sungguh luar biasa. Melihat kemajuan hambanya yang cepat maka Tuhan akan bergegas bergerak ke arahnya seperti kilat dan memperlihatkan tanda-tanda bagi dirinya baik di langit mau pun di bumi. Dia akan menjadi sahabat bagi para sahabat hamba tersebut dan menjadi musuh bagi para musuhnya. Misalnya pun berjuta manusia menentang hamba itu, Tuhan akan melumatkan mereka dan menjadikan mereka tidak berdaya sebagaimana laiknya serangga mati. Bisa saja Dia menghancurkan seluruh dunia demi hamba-Nya tersebut dan menjadikan bumi dan langit tunduk kepadanya. Dia akan memberkati kata-kata yang diucapkannya dan menurunkan hujan nur di atas kediamannya. Dia akan memberkati pakaian yang dikenakan, pangan yang disantap dan bahkan debu lebuh yang diinjaknya. Dia tidak akan membiarkan hamba itu mati dalam keadaan gagal dan Dia sendiri yang akan menjawab mereka yang menentangnya. Dia menjadi mata dengan apa ia melihat, menjadi telinga dengan apa ia mendengar, menjadi lidah dengan apa ia berbicara, menjadi kaki dengan apa ia berjalan dan menjadi tangan dengan apa ia menangani musuh-musuhnya. Dia sendiri akan maju mengedepankan Wujud-Nya untuk menangani musuh-musuh hamba-Nya itu. Dia akan mencabut pedang terhadap para musuh yang jahat yang menganiayanya serta menjadikan yang bersangkutan berjaya di semua bidang. Dia akan membukakan rahasia-rahasia takdir-Nya kepada hamba-Nya itu. Yang pertama sekali yang akan menghargai keindahan keruhanian yang muncul setelah perilaku dan amalan saleh serta kecintaannya kepada Tuhan adalah Allah s.w.t. sendiri. Alangkah sialnya manusia yang hidup pada masa itu dimana ada matahari bersinar terang bagi mereka tetapi mereka memilih termangu di tempat kegelapan. (Zamimah Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 225, London, 1984).
* * *
Setelah sempurnanya kerangka keruhanian maka nyala api kecintaan insan kepada Tuhan-nya akan turun di dalam batin manusia berupa ruh dan mengaruniakan kepadanya perasaan bahwa ia selalu berada di hadirat Allah s.w.t. Dengan tercapainya tingkat kesempurnaan demikian maka keindahan ruhani yang bersangkutan pada saat itu akan mewujud sepenuhnya. Keindahan ruhaniah yang bisa disebut sebagai amal saleh tersebut, karena daya tariknya, akan jauh lebih cantik daripada keindahan penampakan lahiriah. Kecantikan lahiriah hanya bisa menarik hati satu atau dua orang dan segera akan pupus dimakan usia. Daya tariknya amat lemah. Sedangkan keindahan ruhaniah yang disebut amal saleh itu memiliki daya tarik yang kuat yang mampu menarik seluruh dunia berikut isinya kepada dirinya. Hal inilah yang menjadi landasan filosofi daripada pengabulan doa.

Jika seseorang yang memiliki kecantikan ruhaniah yang dilambari oleh ruh dari kecintaan Ilahi kemudian mengajukan permohonan doa atas suatu hal yang tidak mungkin atau amat sulit dan ia memohonnya dengan amat khusuk, maka berkat dari keindahan ruhaniahnya itu, Allah s.w.t. akan memerintahkan semua partikel dari alam semesta ini menjadi tertarik kepadanya guna memberi¬kan bantuan dan sarana bagi keberhasilan tujuannya. Baik pengalaman mau pun Kitab Allah menegaskan bahwa segenap partikel dari dunia ini mempunyai afinitas atau kecintaan alamiah kepada manusia seperti itu dimana doa-doanya menarik semua partikel ke arah dirinya sebagaimana magnit menarik besi. Dari keadaan daya tarik demikian akan muncul hal-hal luar biasa yang tidak ada disebut dalam buku-buku fisika atau filosofi. Dari sejak diciptakannya setiap benda dari kumpulan partikel oleh sang Maha Pencipta, Dia telah menanamkan daya tarik tersebut di dalam setiap partikel sehingga partikel-partikel ini menjadi pencinta keindahan ruhaniah. Begitu juga dengan jiwa yang saleh karena keindahan merupakan manifestasi dari kebenaran. Adalah keindahan demikian itulah yang dimaksud ketika Allah s.w.t. memerintahkan para malaikat menyembah Adam dan mereka mematuhinya kecuali sang Iblis.
Sekarang ini pun banyak manusia yang mirip Iblis karena tidak mau mengakui keindahan demikian padahal keindahan demikian telah mengemukakan berbagai hal yang akbar.
Keindahan yang sama terdapat pada diri Nabi Nuh a.s. dimana berdasarkan hal itu maka Allah yang Maha Agung telah menghancurkan semua musuhnya melalui siksaan air bah. Kemudian muncul Nabi Musa a.s. dengan keindahan keruhanian yang sama dan ia, setelah sebelumnya menderita beberapa hari, telah menjadi sebab kejatuhan Firaun. Yang terakhir adalah Penghulu para Nabi dan Insan Kamil, Penghulu dan Junjungan kita Muhammad s.a.w. muncul dengan keindahan keruhanian yang akbar yang juga dipuji dalam ayat Al-Qur’an:
        
“Kemudian ia mendekati Allah, lalu turun mendekati umat manusia. Maka jadilah ia seakan-akan seutas tali dua busur atau lebih dekat lagi”. (S.53 An-Najm:9-10).
Berarti bahwa Rasulullah s.a.w. telah mendekat rapat kepada Allah s.w.t. kemudian mendekati umat manusia dan dengan cara demikian beliau telah memenuhi kewajiban beliau kepada Tuhan dan kepada manusia. Dengan begitu melalui beliau telah diperlihatkan kedua jenis keindahan keruhanian. (Zamimah Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 219-221, London, 1984).
* * *
Dalam artikel yang dibacakan dalam pertemuan tersebut dinyatakan bahwa yang namanya Permeshwar adalah wujud yang bebas dari rasa amarah, benci, dendam dan kecemburuan. Mungkin yang dimaksud si pembicara ingin mengatakan bahwa kata amarah dalam Al-Qur’an pernah digunakan berkaitan dengan wujud Allah s.w.t. Sebagai perbandingan ia ingin mengemukakan bahwa dalam kitab Veda tidak ada istilah Tuhan menjadi marah. Jelas dalam hal ini yang bersangkutan melakukan kesalahan. Perlu dipahami bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada dikatakan kalau Tuhan itu bisa angkara murka tanpa alasan. Yang dikemukakan dalam Al-Qur’an adalah karena sifat Suci-Nya maka Allah s.w.t. memiliki sifat yang mirip dengan amarah dan sifat itu menuntut agar mereka yang tidak patuh yang tetap saja melawan petunjuk Tuhan perlu dihukum. Tuhan juga memiliki sifat lain yang mirip dengan kecintaan yang menuntut bahwa mereka yang saleh dan patuh akan mendapat ganjaran yang baik. Sifat yang pertama diberi nama amarah hanya untuk tujuan ilustrasi, namun yang jelas baik sifat amarah mau pun kecintaan-Nya tersebut tidak sama dengan sifat yang ada pada manusia. Allah yang Maha Kuasa telah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa:
  
“Tiada sesuatu apa pun seperti Dia”. (S.42 Asy-Syura:12)
yang berarti bahwa tiada apa pun yang menyamai wujud atau pun sifat Tuhan. Kami ingin bertanya kepada si pembicara, mengapa Permeshwar sebagaimana diuraikan dalam kitab Veda, menghukum para pendosa, bahkan sedemikian rupa menurunkan status kemanusiaan mereka sehingga menjadi hewan anjing, babi, kera dan lain-lain. Tentunya wujud itu mempunyai suatu sifat yang menuntut adanya penghukuman demikian. Sifat demikian dalam Al-Qur’an dikatakan sebagai amarah Tuhan.

Jika Permeshwar tidak mempunyai sifat yang menjadikan wujud tersebut menghukum para pendosa, lalu mengapa Dia cenderung kepada proses penghukuman? Dia pasti memiliki sifat yang menuntut imbalan dan sifat itu disebut amarah, hanya saja sifat amarah itu setara dengan amarah dari Tuhan dan tidak sama dengan sifat amarah pada manusia. Hal seperti itulah yang dimaksud dengan amarah dalam Al-Qur’an.
Ketika Allah s.w.t. mengaruniakan rahmat-Nya kepada mereka yang bertakwa, dikatakan bahwa Dia mencintai mereka. Saat Dia menghukum mereka yang berlaku keji, dikatakan bahwa Dia murka kepada mereka. Dengan demikian amarah yang dikemukakan dalam kitab Veda adalah juga sama dengan yang disampaikan oleh Al-Qur’an. Perbedaannya hanyalah, bahwa berdasarkan kitab Veda, kemurkaan Tuhan atas para pendosa tak ada batasnya dan bisa mengutuk mereka menjadi hewan atau serangga, sedangkan Al-Qur’an tidak ada mengemukakan amarah Tuhan yang demikian ekstrim. Kitab Suci Al-Qur’an menyatakan bahwa walaupun manusia bisa saja dihukum tetapi Tuhan tidak akan merubah fitrat kemanusiaan yang bersangkutan untuk dirubah menjadi bentuk lain. Hal ini menggambarkan bahwa dalam Al-Qur’an digambarkan bahwa kasih dan rahmat Tuhan masih lebih besar daripada amarah-Nya, sedangkan menurut kitab Veda penghukuman para pendosa tidak ada batasnya dan sang Permeshwar digambarkan sebagai pemarah yang tidak mempunyai rasa belas kasihan. Bahkan dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa Allah s.w.t. pun akan mengasihi para penghuni neraka. (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 23, hal. 46-50, London, 1984).
* * *

Esensi Ajaran Islam© 2014. All Rights Reserved. Template By Seocips.com
SEOCIPS Areasatu Adasenze Tempate Published By K15-Creative TeamKaizen Template