Mata yang belum melihat kalam suci, sesungguhnya buta.
Istana hatiku dipenuhi wewangian kesturi itu
Kekasih yang telah meninggalkan, sekarang telah kembali.
Mata yang tidak melihat Nur Al-Furqan
Demi Allah, ia tidak akan dibukakan.
Mereka yang mencari taman Ilahi tetapi menyisihkan Al-Qur’an
Sesungguhnya ia tidak pernah mencium wewangiannya.
Aku bahkan tidak membandingkan dengan mentari
Akan nur yang aku perhati,
Beratus mentari mengitarinya dengan rendah hati.
Sungguh sial manusia yang memalingkan wajah dari Nur
Hanya karena keangkuhan belaka.
(Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 335, London, 1984).