Iklan

Keempat, kalau kita memperhatikan apa yang diajarkan pendiri-pendiri agama itu, maka akan kita ketahui bahwa ajaran itu selalu bertolak belakang dari segala aliran yang ada. Kalau ajaran itu sejalan dengan kecenderungan-kecenderungan masa mereka, dapatlah dikatakan bahwa guru-guru itu hanya menjabarkan kecenderungan-kecenderungan itu. Sebaliknya, yang diajarkan mereka sangat berbeda dari apa yang didapati mereka pada masa itu. Suatu perselisihan dahsyat terjadilah dan nampaknya seakan-akan di negeri itu berkobar kebakaran. Walau begitu, mereka yang mula-mulanya membantah dan menentang ajaran itu pada akhirnya terpaksa menyerah kepadanya. Ini juga merupakan suatu bukti bahwa guru-guru itu bukanlah hasil penjelmaan masanya, melainkan mereka itu guru-guru, pembaharu-pembaharu dan nabi-nabi yang sesuai dengan arti dan maksud da’wah mereka.
    Pada masa Musa as, betapa ajarannya tentang Keesaan Tuhan nampaknya aneh. Ketika Isa a.s., pada masanya, berhadapan dengan iklim yang serba kebendaan sebagai penjelmaan sifat kaum Yahudi yang kedunia-duniaan dan oleh karena pengaruh buruk bangsa Roma, sungguh mengganjilkan sekali sikapnya yang menekankan pada kepentingan kerohanian itu. Betapa sumbangnya ajaran beliau tentang sifat pengampunan itu diterima oleh suatu bangsa yang, gemetar ketakutan dari kezaliman para prajurit Roma, selalu merintih-rintih dan menantikan kesempatan untuk melakukan pembalasan dendamnya secara semestinya? Betapa tidak pada waktunya muncul Krishna yang pada satu pihak mengajarkan perang dan pada pihak lainnya menganjurkan pengasingan diri dari dunia kebendaan untuk memupuk roh? Ajaran Zoroaster yang melingkupi segala segi kehidupan manusia, tentu juga menjadi kejutan bagi kehidupan bebas di masa itu. Nabi Muhammad saw. muncul di Arabia dan mengalamatkan seruannya kepada kaum Yahudi dan Kristen. Betapa aneh sekali hal itu tampaknya bagi mereka yang percaya bahwa di samping ajaran mereka tak mungkin ada ajaran lain!
    Kemudian, beliau mengajarkan kepada penyembah-penyembah berhala Makkah, bahwa Tuhan itu Esa dan bahwa semua manusia sama. Betapa ganjil ajaran beliau tampaknya bagi suatu kaum yang sungguh-sungguh yakin akan ketinggian jenis bangsa mereka sendiri! Mengingatkan pecandu-pecandu minuman keras dan penjudi-penjudi tentang keburukan perangai mereka, menyalahkan hampir-hampir segala yang dipercayai atau dilakukan mereka, memberikan ajaran baru kepada mereka dan kemudian berhasil, tampaknya mustahil. Hal itu tak ubahnya seperti berenang kehulu melawan arus deras yang menyerang dengan kekuatan yang dahsyat. Hal itu sama sekali di luar kemampuan manusia.
    Kelima, pendiri-pendiri agama semuanya memperlihatkan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat. Setiap dari mereka menyatakan dari awal mula bahwa ajarannya akan mendapat kemenangan dan bahwa orang-orang yang berusaha menghancurkannya akan hancur sendiri. Mereka tak punya sarana-sarana dan perlengkapannya kurang. Ajaran-ajaran mereka bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaan dan cara-cara berpikir yang sudah mendarah daging, dan ajaran-ajaran itu menimbulkan perlawanan keras dari kaum mereka. Namun, mereka berhasil dan yang mereka katakan sebelumnya menjadi sempurna. Mengapa nubuatan-nubuatan dan janji-janji mereka menjadi sempurna? Memang, ada orang-orang lain, jenderal-jenderal dan diktator-diktator, yang juga mendapat kemenangan secara lahir kelihatannya seperti itu. Tetapi yang menjadi soal bukanlah kemenangan. Soalnya ialah kemenangan yang dinubuatkan lebih dahulu, yang dari semula dikaitkan kepada Tuhan, kemenangan yang padanya dipertaruhkan segenap reputasi akhlak nabi dan yang dicapai dengan menghadapi perlawanan yang paling dahsyat. Napoleon, Hitler dan Jengiz Khan naik ke jenjang tinggi dari kedudukan rendah. Tetapi, mereka tidak menentang suatu arus pikiran yang ada di masa mereka. Tidak pula mereka mengumumkan bahwa Allah telah menjanjikan kemenangan bagi mereka sekalipun menghadapi perlawanan. Tidak pula mereka harus menghadapi suatu perlawanan yang begitu mulus. Tujuan-tujuan yang mereka cita-citakan dijunjung tinggi oleh kebanyakan orang sezaman mereka yang barangkali menyarankan untuk menempuh cara-cara lain tetapi bukan tujuan yang berbeda.
    Kalau mereka menderita kekalahan, mereka tak kehilangan apa-apa. Mereka masih tetap tinggi dalam pandangan kaum mereka, mereka tak mempunyai kekhawatiran apa-apa. Tetapi, lain halnya dengan Musa, Isa, Krishna, Zoroaster dan nabi Islam saw. Sungguh, mereka tidak gagal, tetapi sekiranya mereka gagal, mereka akan kehilangan segala-galanya. Mereka tidak akan dinyatakan sebagai pahlawan, melainkan akan dihukum sebagai pendakwa palsu dan penipu. Sejarah akan memberi perhatian sedikit sekali kepada mereka dan nama buruk yang kekal akan menjadi ganjaran mereka. Karena itu di antara mereka dan orang orang seperti Napoleon atau Hitler terdapat perbedaan laksana siang dan malam – perbedaan yang sama seperti terdapat pada kemenangan-kemenangan mereka masing-masing. Tak banyak orang yang menghargakan atau memuliakan Napoleon, Hitler atau Jengis Khan. Sebagian memandang mereka sebagai pahlawan dan sangat mengagumi perbuatan-perbuatan mereka. Tetapi, dapatkah mereka menuntut dari orang lain kesetiaan dan kepatuhan sejati? Kesetiaan dan kepatuhan hanya diberikan kepada guru-guru jagat, seperti Musa, Krishna, Zoroaster a.s. dan nabi Muhammad saw. Jutaan manusia sepanjang abad melakukan apa yang disuruh oleh guru-guru itu. Berjuta-juta orang menjauhkan diri mereka dari hal-hal yang dilarang oleh guru-guru itu. Pikiran, kata dan perbuatan mereka yang sekecil-kecilnya dibaktikan kepada apa yang diajarkan kepada mereka oleh anutan-anutan mereka. Adakah pahlawan-pahlawan kebangsaan memperoleh secercah saja kesetiaan dan kepatuhan yang diberikan kepada guru-guru itu? Karena itu, guru-guru jagat itu adalah dari Tuhan dan apa yang diajarkan mereka itu diajarkan oleh Tuhan.

Esensi Ajaran Islam© 2014. All Rights Reserved. Template By Seocips.com
SEOCIPS Areasatu Adasenze Tempate Published By K15-Creative TeamKaizen Template